Sabtu, 04 Juni 2011

Kemiskinan; Potret Buram Pembangunan di Lampung

BEBERAPA waktu lalu, media massa Lampung memberitakan bahwa jumlah keluarga miskin di Lampung 785.000 KK. Jika satu keluarga berjumlah empat orang, maka penduduk Lampung yang miskin adalah 3,14 juta orang atau 43 persen. Angka kemiskinan tersebut cukup tinggi. Apalagi 45 persen desa atau 765 desa di Lampung termasuk juga katagori desa miskin.
Berdasarkan angka di atas, Badan Pusat Statistik Lampung menyebutkan, Lampung kini menjadi provinsi termiskin kedua di Indonesia bagian barat setelah Nanggroe Aceh Darussalam. Sungguh ironis jika dilihat bahwa Provinsi Lampung yang terletak di pintu gerbang pulau Sumatera dan dekat dengan pusat kekuasaan seharusnya menjadi sebuah provinsi yang berkembang dan maju di segala bidang, termasuk kesejahteraan masyarakatnya.
Pertanyaannya, apa akar masalah penyebab terjadinya kemiskinan dan seberapa besar dampak dari program-program penanggulangan kemiskinan terhadap masyarakat Lampung yang menjadi sasarannya?
Untuk menjelaskan asal-usul kemiskinan ini di dalam ekonomi pasar pada tingkat nasional, perlu dilihat faktor determinan yang memengaruhi distribusi pendapatan. Distribusi pendapatan ini sangat berkaitan dengan proses produksi, seperti yang dinyatakan oleh Milton Friedman bahwa setiap orang seharusnya menerima sesuai dengan apa yang diproduksinya berikut alat-alat produksi yang dimilikinya. Milton Friedman mengutarakan bahwa ada dua sumber ketidakadilan yang menyebabkan kemiskinan. Pertama, terjadinya pendistribusian kepemilikan modal secara tidak adil. Hal ini terjadi agar ekonomi kapitalis dapat beroperasi, maka harus memiliki pasar buruh. Di mana tenaga mereka dapat ditukar dengan upah. Kedua, tidak setaranya keuntungan yang diperoleh dari modal dan buruh. Perbedaan ini disebabkan karena pemilik alat-alat produksilah yang memutuskan pembayaran untuk setiap faktor produksi. Penentuan besarnya upah ini jelas dalam rangka memaksimalkan keuntungan yang diperoleh dan untuk mencegah penyusutan keuntungan dan kenaikan upah harus ditekan di bawah besarnya produktivitas.
Ketidakadilan pendapatan di dalam sistem tersebut di atas sungguh tragis karena menciptakan masyarakat terpinggirkan dan penderitaan dalam kehidupan sehari-hari. Selain faktor ekonomi kapitalis yang mengakibatkan kemiskinan di tingkat nasional, di tingkat lokal (provinsi), faktor kebijakan pembangunan pemerintah daerah yang keliru dan tidak berpihak pada kepentingan masyarakat miskin, pengelolaan pemerintahan yang tidak transparan dan tidak melibatkan partisipatif masyarakat, tingkat korupsi yang tinggi yang menyebabkan berkurangnya alokasi anggaran untuk suatu kegiatan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat miskin, dan sempitnya lapangan kerja juga merupakan akar dari penyebab terjadinya kemiskinan di Lampung.
Akibat kemiskinan, banyak penderitaan yang dialami masyarakat di Lampung, seperti terjadinya malnutrisi (gizi buruk), rendahnya pendidikan, terjadinya wabah penyakit, dan lain-lain. Tidak salah jika Josue de Castro menyatakan bahwa ”Bom atom tidak perlu diledakan kalau hanya untuk membunuh orang. Mereka akan terbunuh sendiri dengan dibiarkan miskin dan kelaparan.”
Sejauh ini, Pemerintah Provinsi Lampung telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Lampung melalui peningkatan anggaran pendidikan. Dan di bidang kesehatan, pemerintah meluncurkan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Di antaranya dengan program Gakin dan didukung oleh program-program nasional untuk daerah, seperti Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), dan seterusnya. Hampir semua dinas mempunyai program penanggulangan kemiskinan dan dana yang telah dikeluarkan pemerintah untuk pelaksanaan program-program tersebut telah mencapai puluhan miliar rupiah. Walaupun banyak program penanggulangan kemiskinan, kenyataannya angka kemiskinan di Lampung makin meningkat, bukan makin menurun. Dampak dari program tersebut juga tidak menunjukkan penurunan yang signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di berbagai wilayah di Provinsi Lampung.
Kurang berhasilnya Pemerintah Provinsi Lampung dalam melaksanakan program penanggulangan kemiskinan ini terjadi karena beberapa faktor. Hal ini terungkap di dalam dialog tentang kemiskinan yang dilaksanakan di harian Radar Lampung tanggal 4 Oktober lalu. Faktor-faktor tersebut, yakni pertama Pemerintah Provinsi Lampung tidak memiliki data masyarakat miskin Lampung secara utuh. Data tersebut sangat diperlukan untuk memberikan gambaran masalah dan karakteristik kemiskinan di setiap wilayah yang merupakan kantong-kantong kemiskinan. Dengan tersedianya data tersebut, pemerintah bisa menyusun grand desain penanggulangan kemiskinan sesuai karakteristik dan masalah di setiap wilayah. Program penanggulangan masyarakat miskin di wilayah satu kabupaten mungkin berbeda dengan wilayah di perkotaan, misalnya. Kedua, tidak dimilikinya grand desain penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan dan terintegrasi.
Walaupun pemerintah sudah memiliki rencana program penanggulangan kemiskinan, program tersebut masih bersifat parsial dan tidak terintegrasi. Ini terlihat dari program yang telah dilakukan terkesan asal terlaksana saja oleh masing-masing satker. Sedangkan indikator serta evaluasi terhadap pelaksanaan program tersebut juga tidak jelas. Untuk itu, pemerintah perlu segera menyusun grand desain penanggulangan kemiskinan yang memiliki misi menyejehterakan masyarakat Lampung dan terintegrasi dengan visi Pemerintah Provinsi Lampung. Grand desain tersebut menjadi pedoman pemerintah untuk menyusun program dan kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan di Lampung yang berkelanjutan dan terintegrasi dalam pelaksanaannya.
Ketiga, perlu adanya reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi merupakan jawaban dalam mewujudkan pemerintahan yang transparan, partisipatif, dan akuntabel. Walaupun secara parsial proses ini sudah dilaksanakan sejak tahun 1999 melalui berbagai mekanisme peraturan, tetapi di dalam implementasinya berbagai aturan tersebut hanya sekadar memenuhi persyaratan administratif dan secara subtantif gagal dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Karena itu, agenda reformasi birokrasi harus dilakukan bukan hanya sebatas pembenahan prosedur administratif pemerintahan, tetapi harus juga diarahkan pada bagaimana membangun kekuasaan yang efektif. Masalah ini erat kaitannya dengan persoalan bagaimana hubungan antara persoalan politik dan birokrasi. Di mana di dalam persoalan ini birokrasi pemerintahan masih menjadi subordinasi dari elite politik di Lampung. Akibatnya, kebijaksanaan pemerintah tidak berpihak kepada kesejahteraan masyarakat.
Dari paparan di atas, Pemerintah Provinsi Lampung saat ini perlu melakukan upaya-upaya yang lebih progresif lagi dalam menanggulangi kemiskinan. Upaya tersebut dengan cara menyelenggarakan dialog yang mempertemukan aparat pemerintah daerah, elemen masyarakat, swasta, serta pihak lain yang concern terhadap masalah kemiskinan di Lampung. Keberhasilan pemerintah dengan melibatkan partisipatif masyarakat akan membuka peluang yang besar dalam pemberdayaan masyarakat. Indikator penting dalam melihat keberlanjutan keberdayaan masyarakat ialah terbukanya akses-akses sumber daya di daerah yang mendukung pola nafkah penduduk miskin secara berkelanjutan.
Upaya-upaya pemerintah dalam menyeragamkan penanggulangan kemiskinan menurut model tertentu hanya akan berkemungkinan untuk gagal yang lebih besar dalam mencapai sasarannya. Untuk itu, pemerintah perlu mengkaji ulang data penduduk miskin yang menjadi pedoman penyusunan program serta mengevaluasi kembali program-program yang selama ini dilaksanakan. Selain itu, pemerintah perlu meninggalkan kebijakan yang mematikan inisiatif maupun partisipasi masyarakat miskin. Yang perlu dilaksanakan adalah membangun suatu paradigma pembangunan yang berpihak kepada masyarakat miskin. Dalam membangun paradigma tersebut, masyarakat miskin perlu diikutsertakan. Misalnya melalui perwakilan mereka. 

Di sisi lain, pemerintah sebaiknya hanya melakukan pekerjaan yang benar-benar mampu mereka kelola. Untuk mencapai kemampuan manajemen tersebut, pemerintah perlu melakukan reformasi birokrasi agar terjadinya perubahan struktural, sehingga persoalan kemiskinan di Lampung dapat ditanggulangi. Dengan begitu, di masa yang akan datang, Lampung tidak lagi menjadi derah termiskin kedua di Sumatera. Dan, kemiskinan bukan lagi menjadi potret buram pembangunan di Lampung.


 di kutip dari : http://lazdai.wordpress.com/2008/01/17/kemiskinan-potret-buram-pembangunan-di-lampung/
Written by Radar Lampung, Oleh Diah Dharma Yanti


Tidak ada komentar:

Posting Komentar