Korupsi benar-benar telah menjadi permasalahan akut dan sistemik yang sangat membahayakan dan merugikan negara maupun masyarakat, terlebih di negara kecil dan berkembang seperti Indonesia. Padahal, masyarakat pada umumnya bukannya tidak menyadari bahwa korupsi telah menciderai rakyat miskin dengan terjadinya penyimpangan dana yang semestinya diperuntukkan bagi pembangunan dan kesejahteraan mereka. Korupsi juga telah mengikis kemampuan pemerintah untuk menyediakan pelayanan dan kebutuhan dasar bagi rakyatnya, sehingga pemerintah tidak mampu lagi menyediakan kebutuhan pangan bagi masyarakatnya secara adil.
Lebih jauh lagi, korupsi bahkan telah meruntuhkan demokrasi dan penegakan hukum, mengakibatkan terjadinya pelanggaran terhadap Hak Azasi Manusia, mengacaukan pasar, mengikis kualitas kehidupan dan memicu terjadinya kejahatan terorganisir, terorisme dan ancaman-ancaman lainnya terhadap keamanan masyarakat, serta menghambat masuknya bantuan dan investasi asing. Dengan kata lain, korupsi merupakan salah satu elemen yang turut memberikan kontribusi bagi terjadinya keterbelakangan dan buruknya kinerja ekonomi Indonesia, sekaligus merupakan salah satu penghambat utama bagi pembangunan dan upaya pengentasan kemiskinan.
Faktor penyebab korupsi yang paling signifikan adalah faktor politik dan kekuasaan, dalam arti bahwa korupsi di daerah paling banyak dilakukan oleh para pemegang kekuasaan (eksekutif maupun legislatif) yang menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan yang dimilikinya untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun untuk kepentingan kelompok dan golongannya.
Faktor yang kedua adalah faktor ekonomi. Faktor ekonomi ini tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan faktor politik dan kekuasaan. Alasannya pun cenderung masih konvensional, yaitu tidak seimbangnya penghasilan dengan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi.
Faktor yang ketiga adalah nepotisme. Masih kentalnya semangat nepotisme, baik di sektor publik maupun swasta, di daerah-daerah terutama dalam penempatan posisi yang strategis tidak jarang kemudian menimbulkan penyalahgunaan kewenangan, terutama yang bersangkut paut dengan keuangan negara.
Faktor yang terakhir adalah faktor pengawasan. Lemahnya fungsi pengawasan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pengawas keuangan terhadap penggunaan keuangan negara oleh pejabat-pejabat publik (eksekutif maupun legislatif) merupakan salah satu faktor penting yang turut menumbuh-suburkan budaya korupsi. Fungsi kontrol yang semestinya dijalankan oleh lembaga legislatif pun pada kenyataannya seringkali tidak efektif, yang disebabkan karena lembaga legislatif itu sendiri pun seringkali terlibat dalam penyimpangan dan penyalahgunaan keuangan negara yang dilakukan oleh eksekutif.
Peran KPK dalam pemberantasan kasus korupsi di Indonesia dirasakan masih sangat penting. Kejaksaan dan Kepolisian yang diharapkan mampu mengembalikan supremasi penegakan hukum di Indonesia, hingga saat ini dianggap belum mampu melakukan fungsinya secara optimal.
Namun drama politik yang dimainkan oleh para anggota DPR berkaitan dengan proses pemilihan pimpinan KPK tidak menunjukan fungsi strategis KPK. Justru yang terlihat ialah, KPK seakan bisa menjadi alat politik yang ampuh dalam melakukan serangan kepada lawan politiknya maupun sebagai tameng pelindung bagi para politikus yang bermasalah dengan kasus korupsi.
Wajar kemudian jika pemilihan pimpinan KPK dijadikan sebagai momentum bagi para politikus di DPR untuk melakukan investasi politik masa depan. Karena fungsi KPK yang cukup strategis, jika DPR tidak mampu memangkas wewenang yang dimiliki oleh KPK, maka, jalan terbaik ialah memilih pimpinan KPK yang sesuai dengan kepentingan politik partainya.
Walau proses seleksi calon pimpinan KPK menjadi terhambat karena adanya kesalahan nama penerima kuasa dari laporan kekayaan calon pimpinan KPK yang telah diserahkan ke Pansel KPK. Namun, proses seleksi harusnya berjalan sesuai jadwal dan penetapan calon pimpinan KPK akan selesai tepat waktu sebelum masa jabatan pimpinan KPK saat ini habis dan Akhirnya, Komisi III berinisiatif menggelar rapat pleno dadakan setelah memeriksa bahwa sebagian besar berkas calon pimpinan KPK tidak lengkap. Hasilnya, dewan akan memanggil panitia seleksi (Pansel) yang sejak awal November lalu telah menyerahkan kedelapan nama calon pejabat tersebut. "Kami akan kembalikan kepada pansel supaya diperbaiki," kata Wakil Ketua Komisi III Azis Syamsudin usai memimpin rapat pleno, Senin (21/11).
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru diharapkan mampu membawa harapan baru untuk Indonesia, sebuah harapan untuk membersihkan negeri ini dari para koruptor. Kepemimpinan KPK merupakan faktor penting dalam keberlangsungan lembaga ini, termasuk capaian kinerja dalam pemberantasan korupsi. Karenanya kualitas kepemimpinan akan berpengaruh penting terhadap keberhasilan pemberantasan korupsi di Indonesia. Bila kepemimpinan tidak kuat akan berakibat pada rendahnya kinerja pemberantasan korupsi, karenanya untuk mendapatkan hasil pemberantasan korupsi yang maksimal KPK harus dikelola dengan pila kepemimpinan yang tepat.
Pimpinan KPK yang baru diharapkan memiliki konsentrasi penuh dalam menjalankan tugas ini, lembaga ini tidak boleh dipimpin oleh orang yang memiliki beban masa lalu, baik karena persoalan hukum maupun moral, tidak boleh juga dipimpin oleh profil yang cenderung retoris dan politis. Yang dibutuhkan saat ini adalah profil penegak hukum yang memiliki integritas tinggi dalam penberantasan korupsi. Apalagi KPK merupakan lembaga yang akan dipimpin dengan kepemimpinan kolektif. Maka, bekerja dalam tim adalah wajib dilakukan, saling membantu dan bersinergi, serta bekerja sama dalan kepentingan pemberantasan korupsi. Ia memperingatkan jangan sampai ada profil one man show dalam kepemimpinan KPK ke depan.
Saya prihatin dengan keadaan bangsa Indonesia sekarang, pimpinan KPK yang berani dan tegas justru dimusuhi oleh anggota dewan yang merasa terganggu kepentingannya. Pemberantasan korupsi mengalami kemunduran bila masyarakat tidak ikut peduli. Pemberantasan korupsi tidak akan efektif jika elit legislatifnya hanya memikirkan kepentingan kelompoknya saja. Upaya pemberantasan korupsi dengan cara membangun dan meningkatkan kesadaran dan kepedulian seluruh lapisan masyarakat terhadap permasalahan dan konsekuensi akibat adanya korupsi. Keterlibatan masyarakat dalam pemberantasan korupsi baik secara individu maupun kelompok sangat diperlukan karena suatu kejadian korupsi dapat dimulai, didorong, dilaksanakan, dihambat dan dicegah oleh anggota masyarakat.
Korupsi lebih kepada penyalahgunaan hak dan kepentingan publik, sehingga usaha-usaha pemberantasan korupsi juga haruslah pada usaha-usaha yang menimbulkan kesadaran atas hak dan kepentingan publik. Dengan meningkatnya kesadaran atas hak dan kepentingan publik maka akan menimbulkan kekuatan publik yang diyakini akan mengalahkan kekuatan apa saja dalam bernegara. Kesadaran atas hak dan kepentingan publik juga secara langsung akan menimbulkan sikap dan budaya anti korupsi. Dengan demikian tujuan utama pemberantasan korupsi adalah pembangunan sikap dan kultur anti korupsi melalui pengakuan, penghormatan dan pengedepanan kepentingan publik.
Pemberantasan korupsi melalui peningkatan kesadaran akan hak dan kepentingan publik sebagaimana disebut di atas akan meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap hak dan kepentingan publik. Secara sadar masyarakat akan merasa bahwa penyalahgunaan hak dan kepentingan publik akan berdampak secara langsung pada kualitas hidupnya sehingga secara sadar masyarakat akan mengawasi peruntukan hak dan kepentingan publik. Hak dan kepentingan publik akan diperuntukkan untuk publik. Masyarakat juga akan menuntut hak dan kepentingan publik dari para pegawai negeri/ penyelenggara negara berupa kinerja, pelayanan publik, informasi publik dan lainnya. Pegawai negeri/ penyelenggara negara yang tidak memenuhinya akan dianggap korupsi karena dapat melanggar hak dan kepentingan publik. Begitu juga dengan masyarakat akan dianggap korupsi jika menggunakan hak publik untuk kepentingannya sendiri. Pengedepanan hak dan kepentingan publik dan kepedulian masyarakat atas hak dan kepentingan publik akan berkontribusi positif secara langsung terhadap peningkatan keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar